Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

analisa cuka metode alkalimetri



# Prinsip Titrasi Asam Basa
Titrasi asam-basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya. Titran ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekivalen ( secara stoikiometri, titran dan titer habis bereaksi ). Keadaan ini disebut titik ekivalen. Adapun cara mengetahui titik ekivalen yaitu :
  1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titran untuk memperoleh kurva titrasi, titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah titik ekivalen
  2. Memakai indikator asam-basa. Indikator ditambahkan pada titran sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan
Indikator yang dipakai dalam titrasi asam-basa adalah indikator yang perubahan warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indikator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes. Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir dipilih sedekat mungkin dengan titik ekivalen. Indikator yang digunakan pada titrasi asam-basa adalah asam lemah atau basa lemah. Asam lemah dan basa lemah ini umunya senyawa organik yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang mengkontribusi perubahan warna pada indikator tersebut. Jumlah indikator yang ditambahkan kedalam larutan yang akan dititrasi harus sesedikit mungkin, sehingga indikator tidak mempengaruhi pH larutan, dengan demikian jumlah titran yang diperlukan untuk terjadi perubahan warna seminimal mungkin. Umumnya dua atau tiga tetes larutan indikator 0,1 % (b/v) diperlukan untuk keperluan titrasi. Dua tetes (0,1 mL) indikator ( 0,1 % dengan berat formula 100) adalah sama dengan 0,01 ml larutan titran dengan konsentrasi 0,1 M.
Indikator asam-basa akan memiliki warna yang berbeda dalam keadaan tak terionisasi dengan keadaan terionisasi. Sebagai contoh untuk indikator phenolpthalein (pp) seperti diatas dalam keadaan tidak terionisasi ( dalam larutan asam ) tidak akan berwarna dan akan berwarna merah keunguan dalam keadaan terionisasi (dalam larutan basa).
Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda-beda dan akibatnya mereka menunjukkan warna pada range pH yang berbeda. Fenolphtalein tergolong asam yang sangat lemah dalam keadaan yang tidak terionisasi indikator tersebut tidak berwarna. Jika dalam lingkungan basa fenolphtalein akan terionisasi lebih banyak dan memberikan warna terang karena anionya.
Metil jingga adalah garam Na dari suatu asam sulphonic dimana didalam suatu larutan banyak terionisasi, dan dalam lingkungan alkali anionnya memberikan warna kuning, sedangkan dalam suasana asam metil jingga bersifat sebagai basa lemah dan mengambil ion H+, terjadi suatu perubahan struktur dan memberikan warna merah dari ion-ionnya.
Mengingat kembali bahwa perhitungan kualitas zat dalam titrasi didasarkan pada jumlah zat pereaksi yang tepat saling menghabiskan dengan zat tersebut. Sehingga berlaku : jumlah ekivalen analat = jumlah ekivalen pereaksi atau ( V x N ) analat = ( V x N ) pereaksi. Maka jumlah pereaksi harus diketahui dengan teliti sekali, sebagai berat gram ataupun sebagai larutan dengan konsentrasi dan volume. Larutan yang diketahui dengan tepat konsentrasinya dan dipakai sebagai pereaksi diusebut larutan standar/larutan baku, seperti dijelaskan diatas.
Telah dikemukakan, bahwa larutan NaOH dipakai untuk titrasi asam, tetapi NaOH tidak dapat diperoleh dalam keadaan sangat murni. Oleh karena itu, konsentrasi tepatnya tidak dapat dihitung dari beratnya NaOH yang ditimbang dan volume larutan yang dibuat walaupun kedua-duanya dilakukan secara cermat. Larutan NaOH ini harus distandarisasi atau dibakukan terlebih dahulu yakni ditentukan konsentrasinya yang setepatnya atau sebenarnya. Cara ini mudah untuk standarisasi atau pembakuan ialah dengan cara titrasi, misalnya larutan NaOH itu dipakai sebagai titran untuk menitrasi suatu larutan standar.
Pembahasan
Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion – hydrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa – senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam, sebaliknya alkalimetri merupakan penetapan kadar senyawa – senyawa yang bersifat asam dengan baku basa. Titrasi asam-basa biasa digunakan dalam percobaan asidi-alkalimetri dimana penentuan dilakukan dengan jalan pengukuran volume larutan yang diketahui konsentrasinya. Larutan yang diketahui konsentrasinya disebut larutan baku atau larutan sekunder. Larutan standar dibagi menjadi dua yaitu : Larutan standar primer dan larutan standar sekunder.
Larutan standar primer adalah larutan dimana kadarnya dapat diketahui secara langsung dari hasil penimbangannya.Adapun syarat-syarat larutan standar primer ialah :
  1. Mempunyai kemurnian yang tinggi ( 100 % )
  2. Mempunyai rumus molekul yang pasti
  3. Tidak mengalami perubahan selama penimbangan
  4. Mempunyai berat ekivalen tinggi sehingga kesalahan penimbangan dapat diabaikan
Beberapa contoh dari larutan standar primer antara lain Na2CO3, asam oksalat, asam benzoat dll.
Larutan standar sekunder adalah larutan yang konsentrasinya ditentukan dengan cara pembakuan. Adapun syarat – syarat larutan standar sekunder :
  1. Derajat kemurniannya lebih rendah dari larutan primer
  2. Berat ekivalennya tinggi
  3. Larutan relatif stabil didalam penyimpanan
Beberapa contoh dari larutan standar sekunder antara lain NaOH, CH3COOH, HCl dll.
Prinsip titrasi asidi – alkalimetri adalah penetapan kadar secara kuantitatif terhadap suatu senyawa dengan cara mereaksikannya dengan tepat. Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang konsentrasinya sudah diketahui. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat didalam proses titrasi. Larutan yang telah diketahui konsentrasinya disebut dengan titran, titran ditambahkan sedikit demi sedikit ( dari dalam buret ) pada titrat ( larutan yang dititrasi ) sampai terjadi perubahan warna indikator. Saat terjadi perubahan warna indikator, maka titrasi dihentikan. Prinsip dasar titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan, kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya.
Saat terjadi perubahan warna dan titrasi dihentikan, maka proses ini disebut titik akhir titrasi dan diharapkan titik akhir titrasi sama dengan titik ekivalen, yaitu titik dimana reaksi itu tepat lengkap.
Hasil percobaan asidi-alkalimetri kali ini, menghasilkan warna merah lembayung pada larutan CH3COOH yang telah ditetesi indikator pp dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N yang pada awalnya berwarna bening/jernih. Dan didapatkan jumlah NaOH yang dipakai untuk proses titrasi 10 ml CH3COOH adalah sebanyak 3,45 ml. Adapun fungsi dari penambahan indikator penolphtalein ialah untuk mengetahui apakah larutan yang diuji bersifat asam ataupun basa dan titik akhir titrasi, karena indikator adalah suatu senyawa organik kompleks dalam bentuk asam atau basa yang mampu berada dalam keadaan dua macam bentuk warna yang berbeda dan dapat saling berubah warna dari bentyuk satu kebentuk yang lain pada konsentrasi H+ tertentu dan pada pH tertentu. Pada percobaan dilakukan duplo atau proses titrasi tersebut dilakukan 2 kali yang bertujuan agar diketahui hasil titrasi yang dilakukan relatif dekat dengan hasil pengukuran volume yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalennya.
Pada percobaan ada beberapa faktor-faktor kesalahan yang menyebabkan tidak akuratnya hasil titrasi yang didapat antara lain ialah :
  1. Kurang telitinya dalam melakukan proses titrasi
  2. Kurang tepatnya pada saat pembuatan larutan NaOH, seperti pada saat penimbangan
  3. Terjadi perubahan skala buret yang tidak konstan
  4. Kurangnya ketelitian dalam memperhatikan perubahan warna indikator
  5. Terlalu banyak meneteskan indikator pp
 DAFTAR PUSTAKA :
http://phiin.wordpress.com/2010/10/11/percobaan-asidi-alkalimetri/
Diakses pada tanggal 23 oktober 2012 pukul 20.31

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

analisa zat pewarna pada makanan metode KLT

Pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Zat warna adalah senyawa organik berwarna yang digunakan untuk memberi warna suatu objek.
Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor, diantaranya cita rasa, warna, tekstur dan nilai gizinya. Disamping itu ada faktor lain, misalnya sifat mikrobiologis. Tetapi sebelum faktor-faktor lain  dipertmbangkan, secara visual faktor warna tampil dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan.
Selain sebagai fungsi yang menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan, baik tidaknya pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai adanya warna yang seragam dan merata.
Penambahan bahan pewarna pada pangan dilakukan untuk beberapa tujuan antara lain memberi kesan menarik, menyeragamkan warna makanan, menstabilkan  warna, menutupi perubahan warna selama proses pengolahan, dan mengatasi perubahan warna selama penyimpanan.
Ada 5 sebab yang dapat menyebabkan suatu bahan makanan berwarna, yaitu :
1.      Pigmen yang secara alami terdapat pada tanaman dan hewan, misalnya klorofil berwarna hijau, karoten berwarna jingga, dan mioglobin menyebabkan warna merah pada daging.
2.      Reaksi karamelisasi yang timbul bila gula dipanaskan membentuk warna coklat pada kembang gula, karamel atau roti yang dibakar.
3.      Warna gelap yang timbul karena adanya reaksi Maillard, yaitu antara gugus amino protein dan gugus karbonil gula pereduksi. Misalnya susu bubuk yang  disimpan lama akan berwarna gelap.
4.      Reaksi antara senyawa organik dengan udara akan menghasilkan warna hitam atau coklat gelap. Reaksi oksidasi ini dipercepat oleh adanya logam serta enzim, misalnya warna gelap permukaan apel atau kentang yang dipotong.
5.      Penambahan zat warna, baik zat warna alami ataupun zat warna sintetik, yang termasuk golongan bahan aditif makanan.
B.     Jenis Zat Pewarna 
Aneka jenis pewarna ini ada yang berupa bubuk, pasta atau cairan. ada dua jenis zat pewarna yaitu certified color dan unceretified color. Certified color merupakan zat pewarna sintetik yang terdiri dari dye dan lake, sedangkan uncertified color adalah zat pewarna yang berasal dari bahan alami.
1.      Certified Color (pewarna sintesis)
Ada 2 macam yang tergolong Certified Color yaitu Dye dan Lake. Keduanya adalah zat pewarna buatan. Zat pewarna yang termasuk golongan  dye telah melalui prosedur  sertifikasi dan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh Food and Drug Administration (FDA). Sedangkan zat pewarna lake yang  hanya terdiri dari 1 warna dasar, tidak merupakan warna campuran, juga harus mendapat sertifikat. Dalam certified color terdapat spesifikasi yang mencantumkan  keterangan penting mengenai zat pewarna tertentu, misalnya berbentuk garam, kelarutan dan residu yang terdapat didalamnya.
a.       Dye
Dye adalah zat pewarna yang umumnya bersifat larut dalam air dan larutannya dapat mewarnai. Pelarut yang dapat digunakan selain air adalah gliserin, alkohol dan propilenglikol. Dye juga dapat diberikan  dalam bentuk kering apabila proses pengolahan produk tersebut kemudian ternyata menggunakan air. Dye terdapat dalam bentuk bubuk, butiran, pasta maupun cairan yang penggunaannya tergantung dari kondisi bahan, kondisi proses dan zat pewarnanya sendiri.
Dye terbagi atas 4 kelompok yaitu Azo dye, Triphenylmethane dye, Flourescein, dan Sulfonated Indigo.
a)      Azo dye, terdiri dari:
·         FD&C Red No. 2 (Amaranth) No Indeks 16185
Amaranth termasuk golongan monoazo yang mempunyai satu ikatan N=N. Amaranth berupa tepung berwarna merah kecoklatan yang mudah larut dalam air, menghasilkan larutan berwarna merah lembayang atau merah kebiruan. Selain itu juga mudah larut dalam propilonglikol, gliserol,  dan larut sebagian dalam alkohol 95%. Agak tahan terhadap cahaya, asam asetat 10%, HCl 10-30%, dan NaOH 10%, sedangkan terhadap NaOH 30% kurang tahan dan menjadi agak keruh. 
            Sebelumnya di Amerika penggunaan zat warna amaranth diizinkan secara bebas tanpa adalanya keluhan atau laporan mengenai terjadinya keracunan. Pada akhir tahun 1970 muncul hasil penelitian dua grup penelitian Soviet  mengenai amaranth tersebut. Grup pertama melaporkan, zat warna amaranth bersifat karsiogenik (menyebabkan kanker) sedangkan grup kedua menyimpulkan bahwa zat warna tersebut bersifat embritoksik (meracuni janin). Setelah dilakukan penelitian lanjutan dan hasilnya menyatakan bahwa zat warna amaranth bersifat karsiogenik dan embritoksik maka sejak itu penggunaan zat warna amaranth di amerika tidak diperbolehkan (http://web.ipb.ac.id).  
            Selain  bersifat karsiogenik dan embritoksik, zat warna amaranth dalam jumlah besar dapat menimbulkan tumor, reaksi alergi pada saluran pernapasan dan menyebankan hiperaktif pada anak (http://arinsehat.blogspot.com). 
·         FD&C Yellow No 5 (Tartrazine) No Indeks 19140
Tartrazine merupakan tepung berwarna kuning jingga yang mudah larut dalam  air, menghasilkan larutan kuning keemasan. Kelarutanya dalam alkohol 95% hanya sedikit, dalam gliserol dan glikol mudah larut. Tartanizie tahan terhadap cahaya, asam asetat,  HCL, dan NaOH 10%, NaOH 30% akan menjadikan warna berubah kemerah-merahan.
            Penggunaan tartrazine dapat menyebabkan reaksi alergi, khususnya pada pada individu yang sensitif terhadap asam asetilsiklik dan asam benzoat. Selain itu juga dapat menyebabkan hiperaktif pada anak (http://arinsehat.blogspot.com). 
·         FD&C Yellow No 5 (Sunset Yellow) No Indeks 150985
Sunset Yellow termasuk golongan monazo, berupa tepung berwarna jingga, sangat mudah larut dalam air, dan menghasilkan larutan jingga kekuningan. Sedikit larut dalam alkohol 95% dan mudah larut dalam gliserol dan glikol. Pemakaian alat-alat, mudah larut dalam alkohol tembaga akan menyebabkan warna larutan zat warna menjadi keruh, coklat dan opaque.
            Penggunaan sunset yellow dapat menyebabkan reaksi alergi, khususnya pada pada individu yang sensitif terhadap asam asetilsiklik dan asam benzoat. Selain itu juga dapat menyebabkan hiperaktif pada anak. Pada jumlah yang sedikit sunset yellow dapat menyebabkan radang selaput lendir pada hidung, sakit pinggang, muntah-muntah dan gangguan saluiran pencernaan
·         FD&C Red No 4 (Panceau SX) No Indeks 14700
Panceau SX berupa tepung merah, mudah larut dalam air dan memberikan larutan berwarna jingga. Larutan dalam gliserol dan glikol, mudah larut dalam alkohol 95%. Sifat ketahanannya hampir  sama dengan amaranth, sedikit luntur oleh asam asetat 10%, NaOH 30% akan membuat larutan berwarna kekuningan. Cu membuat warna larutan menjadi kuning, gelap, dan keruh baik pada larutan netral maupun asam. 
b)      Triphenymethane dye, terdiri dari :
·         FD&C Blue No 1 (Brilliant Blue) No Indeks 42090
Zat pewarna ini termasuk Triphenylmethane dye, merupakan tepung berwarna ungu perunggu. Bila dilarutkan dalam  air menghasilkan warna hijau kebiruan, larut dalam glikol dan gliserol, agak larut dalam alkohol 95%. Zat warna ini tahan terhadap asam asetat, tetapi agak luntur oleh cahaya agak tahan terhadap HCl 10%, tetapi menjadi berwarna kehijauan, sedangkan dalam HCl 30% akan membentuk warna merah anggur.
·         FD&C Green No 3 (Fast Green) No Indeks 42053
Tepung zat warna ini berwarna ungu kemerahan atau ungu kecoklatan dan bila dilarutkan dalam air menghasilkan warna hijau kebiruan. Zat ini juga larut dalam alkohol 95%, tetapi lebih mudah  larut dalam campuran air dan alkohol. Zat ini juga larut dalam gliserol dan glikol. Fast Green  agak mudah luntur dengan adanya cahaya dan tidak tahan terhadap HCl 30%, bila ditambahkan alkali, akan berwarna ungu. kontak dengan Cu akan menjadikan warna coklat.
·         FD&C Violet No 1 (Benzylviolet 4B)
Zat pewarna ini berbentuk tepung berwarna ungu, larut dalam air, gliserol, glikol dan alkohol 95%. Menghasilkan warna ungu cerah, tidak larut dalam minyak dan eter. Zat pewarna ini mudah luntur oleh cahaya, sedangkan terhadap asam asetat agak tahan.
c)      Fluorescein
·         FD&C Red No 3 (Erytrosine) No Indeks  45430
Zat pewarna ini termasuk golongan Fluorescein. Berupa tepung coklat larutannya dalam alkohol 95% menghasilkan warna merah yang berfluoresensi sedangkan larutannya dalam air berwarna  merah cherry tanpa fluoresensi. Larut dalam gliserol dan glikol, bersifat kurang tahan terhadap cahaya dan oksidator, tetapi tahan terhadap reduktor dan NaOH 10%.
d)     Sulfonated Indigo
·         FD&C Blue No 2 (Indigotin/Indigo Carmine) No Indeks 73015
Indigotine merupakan tepung berwarna biru, coklat, kemerah-merahan, mudah laut dalam air dan larutannya berwarna biru. Larut dalam gliserol dan glikol, sedikit larut dalam alkohol 95%. Zat warna ini sangat tidak tahan terhadap cahaya, karena itu warnanya cepat menghilang.
b.      Lake
FD&C Lake diizinkan pemakainnya sejak tahun 1959, dan penggunannya meluas dengan cepat. Zat pewarna ini merupakan gabungan dari zat warna (dye) dengan radikal basa (Al atau Ca) yang dilapisi dengan hidrat alumina. Lake stabil pada Ph 3,5 – 9,5 dan diluar selang tersebut lapisan alumina pecah dan dye yang dikandungnya terlepas.
Sesuai dengan sifatnya yang tidak larut dalam air, zat pewarna ini digunakan untuk produk-produk yang mengandung lemak dan minyak  daripada dye, karena FD&C lake larut dalam lemak. Daya mewarnai FD&C lake adalah dengan membentuk dispersi yang menyebar pada  bahan yang diwarnai.
Di Indonesia, karena undang-undang penggunaan zat pewarna belum ada, terdapat kecenderungan penyalahgunaan pemakaian zat warna. Penggunaan pewarna yang aman pada pangan telah diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per IX/88, yang mengatur mengenai pewarna yang dilarang digunakan dalam makanan. Pewarna yang diizinkan serta batas penggunannya termasuk penggunaan bahan pewarna alami.
Khusus untuk bahan pewarna, Departemen Kesehatan  telah menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No. 2985/B/SK/79 tanggal 12 Nopember 1979 tentang wajib daftar pewarna makanan dan Peraturan Menkes RI No.239/Menkes/Per/V/85 tentang zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya. Penerbitan peraturan ini bertujuan untuk mencegah pemakaian zat warna yang bukan untuk makanan ke dalam makanan.
Pada tabel berikut dapat dilihat beberapa zat warna sintesis yang dilarang penggunaannya dalam makanan.
Tabel 1.      Nama-nama zat pewarna sintesis yang
                   dilarang digunakan di dalam makanan

No
Nama
Indeks Warna
1
Auramine ( CI Basic Yellow 2)
41000
2
Alkanet
75520
3
Butter Yellow (CI Solvent Yellow 2)
11020
4
Black 7984 (Food Black 2)
27755
5
Burn Umber  (CI Basic Orange 7)
77491
6
Chrysoidinie (CI Basic Orange 2)
11270
7
Chrysoine S (CI Food Yellow AB)
14270
8
Citrus Red No.2
12156
11
Fast Yellow AB (CI Food Yellow 2)
13015
12
Guinea Green B (CI Acid Green No 3)
42085
15
Methanyl Yellow
13065
16
Oil Orange SS (CI Solvent Orange 2)
12100
17
Oil Orange XO (CI Solvent Orange 7)
12170
18
Oil Yellow AB (CI Solvent Yellow AB)
11380
19
Oil Yellow OB (CI Solvent Yellow 6)
11390
20
Orange G (CI Food Orange 4)
16230
21
Orange GGN (CI Food Orange 2)
15980
22
Orange RN
15970
23
Orchil dan Orcein 
-
24
Ponceu 3R (CI Red 6)
16155
25
Ponceu SX (CI Food Red 1)
14700
26
Ponceu 6R (CI Food Red 8)
16290
27
Rhodamine B (CI Food Red 15)
45170
28
Sudan I (CI Solvent Yellow 14)
12055
29
Scarlet GN (Food Red 2)
14815
30
Violet 6B
42640





Tabel 2.   Jenis pewarna sintesis pada produk makanan dan batas maksimum
                         penggunaannya

No.
Nama bahan
Jenis / bahan makanan
Batas maksimum
tambahan makanan
penggunaan
1
Biru berlian
Kapri kalengan, ercis
100 mg – 300 mg / kg


kalengan, es krim, jem, acar



ketimun dalam botol, saus apel



kalengan, makanan lain, jeli

2
Coklat HT
Minuman ringan, makanan
70 mg – 300 mg / kg


lain, makanan cair

3
Eritrosin
Es krim, buah pir kalengan,
15 mg – 300 mg / kg


jem, udang beku, saus apel



kalengan, makanan lain, jeli,

4
Hijau FCF
yoghurt, irisan daging olahan
100 mg – 300mg / kg


Es krim, buah pir kalengan,



jem, saus apel kalengan,



makanan lain, jeli

5
Hijau S
Minuman ringan, makanan
70 mg – 300 mg / kg


lain, makanan cair

6
Indigotin
Es krim, jem, saus apel
6 mg – 300 mg / kg


kalengan, makanan lain, jeli,



yoghurt

7
Karmiosin 
Minuman ringan, makanan
57 mg – 300 mg / kg


lain, makanan cair, es krim,



yoghurt

8
Kuning FCF 
Minuman ringan, makanan
12 mg – 300 mg / kg


lain, makanan cair, es krim

9
Kuning kuinolin
Es krim,  makanan lain
50 mg – 300 mg / kg
10
Merah Alura
Minuman ringan, makanan
70 mg – 300 mg / kg


lain, makanan cair

11
Ponceau 4R
Minuman ringan, makanan
30 mg – 300 mg / kg


lain, es krim, yoghurt, jem, jeli

12
Tartrazin
Minuman ringan, makanan
18 mg – 300 mg / kg


cair, makanan lain, es krim,



yoghurt


Penggunaan bahan pewarna buatan yang tidak direkomendasikan oleh Departemen Kesehatan (Depkes) RI atau oleh FDA dapat menimbulkan gangguan kesehatan, seperti timbulnya kanker usus dan pankreas. Hal ini disebabkan oleh kandungan arsen melebihi 0,00014% dan timbal melebihi 0,001%. Adapun batas konsumsi untuk zat pewarna buatan yang direkomendasikan oleh Depkes berkisar 1,25-1,5 mg/kg berat badan (untuk warna merah), 2,5 mg/kg, berat badan (untuk warna biru), 12,5 mg/kg berat badan (untuk warna hijau), dan 5-7,5 mg/kg (untuk warna kuning).
Bahan pewarna Rhodamine B  untuk warna merah dan Metanil Yellow untuk warna kuning, merupakan zat pewarna sintesis yang dilarang untuk produk makanan karena dalam bahan tersebut mengandung residu logam berat yang sangat membahayakan bagi kesehatan.
Rhodamine B adalah bahan pewarna untuk kertas, bulu domba dan sutera. Rodamine B berasal dari Metaliniat dan Dipanel Alanin sehingga mudah mudah larut dalam alkohol. Struktur rhodamin B dapat ditunjukkan pada gambar berikut.
Nama Kimia N-[9-(2-Carboxyphenyl)-6-(diethylamino)-3H-xanthen-3-ethyethanaminium chlorida. Rumus Molekul C28H31ClN2O3. Bobot Molekul (BM) 479. Titik Lebur 1650C. Kelarutan sangat larut dalam air dan alkohol; sedikit larut dalam asam hidroklorida dan natrium hidroksida.
Rhodamin B adalah zat warna sintetik berbentuk serbuk kristal berwarna kehijauan, berwarna merah keunguan dalam bentuk terlarut pada konsentrasi tinggi dan berwarna merah terang pada konsentrasi rendah (Trestiati, 2003). D & C Red 19 termasuk golongan pewarna xanthene basa. Rhodamin B dibuat dari meta-dietilaminofenol dan ftalik anhidrid. Kedua bahan baku ini bukanlah bahan yang boleh dimakan. Rhodamin B dapat digunakan untuk pewarna kulit, kapas, wool, serat kulit kayu, nilon, serat asetat, kertas, tinta dan vernis, sabun, dan bulu (http://digilib.unimus.ac.id).
Ciri makanan yang mengandung Rhodamin B antara lain warna kelihatan cerah (berwarna-warni) sehingga tampak menarik, ada sedikit rasa pahit (terutama pada sirup atau limun), muncul rasa gatal di tenggorokan setelah mengkonsumsinya, dan baunya tidak alami sesuai makanannya (http://yuwielueninet.wordpress.com).  Sedangkan tanda-tanda dan gejala akut bila terpapar Rhodamin B secara langsung yaitu jika terhirup dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernapasan, jika terkena kulit dapat menimbulkan iritasi pada kulit, jika terkena mata dapat menimbulkan iritasi pada mata, jika tertelan dapat menimbulkan gejala keracunan dan air seni berwarna merah atau merah muda (http://informasisehat.wordpress.com).
Di beberapa Negara penggunaan Rhodamin B pada berbagai produk telah dilarang contohnya Uni Eropa tidak diperbolehkan untuk kosmetik, Hungaria tidak diperbolehkan untuk kosmetik, Jepang: tidak diperbolehkan  untuk makanan, obat, dan kosmetik, Korea Selatan diperbolehkan untuk kosmetik (klorida, stearat, dan asetat), Afrika Selatan tidak diperbolehkan untuk kosmetik, Taiwan tidak diperbolehkan untuk kosmetik (dalam bentuk klorida, stearat, dan asetat. Klorida juga dalam bentuk lake aluminum), USA tidak diperbolehkan untuk obat dan kosmetik .
Berdasarkan criteria kesehatan dunia (WHO) Metanil Yellow memiliki tingkat keracunan tiga.
Nama Kimia tropaeolin G; 3-[[4-(phenylamino) phenyl] azo] benzenesulfonic acid monosodium salt.  Bobot Molekul: 375,38 g/mol. Kelarutan larut dalam air, alkohol, sedikit larut dalam benzen, dan agak larut dalam aseton .
Metanil yellow adalah zat warna sintetik berbentuk serbuk berwarna kuning kecoklatan, larut dalam air, agak larut dalam aseton. Metanil yellow merupakan senyawa kimia azo aromatik amin yang dapat menimbulkan tumor dalam berbagai jaringan hati, kandung kemih, saluran pencernaan atau jaringan kulit. Metanil kuning dibuat dari asam metanilat dan difenilamin. Kedua bahan ini bersifat toksik. Metanil yellow merupakan pewarna tekstil yang sering disalahgunakan sebagai pewarna makanan. Pewarna tersebut bersifat sangat stabil. Metanil yellow biasa digunakan untuk mewarnai wool, nilon, kulit, kertas, cat, alumunium, detergen, kayu, bulu, dan kosmetik. Pewarna ini merupakan tumor promoting agent. Metanil yellow memiliki LD50 sebesar 5000mg/kg pada tikus dengan pemberian secara oral.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan memasukkan rhodamin B dan metanil yellow dalam daftar bahan tambahan makanan yang tidak boleh dikonsumsi (Tabel 2) (Anonim, 1990). Rhodamin B bersifat karsinogenik pada tikus yang telah diinjeksi pewarna tersebut secara subkutan. LD50 rhodamin B pada tikus yang diinjeksikan secara intravena adalah 89,5 mg/kg .
2.      Uncertified Color Additive (pewarna alamai)
Zat pewarna yang termasuk dalam uncertified color adalah zat pewarna alami (ekstrak pigmen dari tumbuh-tumbuhan) dan zat pewarna mineral, walaupun ada juga beberapa zat pewarna seperti β-karoten dan kantaxantin yang telah dapat dibuat sintetik. Untuk penggunaannya, zat warna ini bebas dari prosedur sertifikasi dan termasuk dalam daftar yang telah tetap. Satu-satunya zat pewarna uncertified yang penggunaannya masih bersifat sementara adalah Carbon Black. Tabel berikut mencantumkan jenis pewarna alami dan sintesis pada produk makanan dan batas maksimal penggunaannya.











Tabel 3. Jenis pewarna alami pada produk makanan dan batas maksimum penggunaannya.

No.
Nama bahan
Jenis / bahan makanan
Batas maksimum
tambahan makanan
penggunaan
1
Anato
Es krim, lemak, minyak
100 mg – 600 mg / kg


kacang, margarin, keju,



minyak kelapa

2
β-Apo-8’ karotenal
Es krim, lemak, minyak
100 mg – 200 mg / kg


makan, jem, jeli

3
Etil β -Apo-8’
Es krim, lemak, minyak
100 mg – 200 mg / kg

karotenoat
makan, jem, jeli

4
Kantaxantin
Es krim, lemak, minyak
30 mg – 60 mg / kg


makan, jem, jeli, udang



kalengan

5
Karamel, amonia
Es krim, jem, jeli, jamur
150 mg – 3 g / kg

sulfit proces
kalengan, acar ketimun dalam botol. Yoghurt, marmalad

6
Karamel
jem, jeli, jamur kalengan, acar
150 mg – 300 mg / kg


ketimun dalam botol, Yoghurt

7
Karmin
Yoghurt
20 mg / kg
8
Β-karoten
Keju, kapri kalengan, acar
100 mg / kg


ketimun dalam botol, es krim,



lemak, minyak makan, minyak



kacang, minyak kelapa,



mentega

9
Klorofil
jem, jeli, keju
200 mg / kg
10
Klorofil tembaga
Es krim, acar ketimun dalam
100 mg – 300 mg / kg

komplex
botol, keju 

11
Kurkumin
Es krim, lemak, minyak
500 mg / kg


makan, minyak kelapa,



mentega

12
Riboflavin
Acar ketimun dalam botol,
50 mg – 300 mg / kg


keju, es krim

13
Titanium Dioksida
Kembang gula
secukupnya

Contoh zat pewarna alami :
a.       Warna merah diperoleh dari Karmin, Angkak, Likopen, Antosian
b.      Warna coklat diperoleh dari Karamel dan Kakao 
c.       Warna kuning diperoleh dari Kurkumin, lakto lavin 
d.      Warna jingga diperoleh dari Karoten 
e.       Warna hijau diperoleh dari Klorofil 
Contoh zat pewarna mineral :
a.       Warna biru              : Ultramarine 
b.      Warna merah          : Cinaber
c.       Warna kuning         : Baryt yellow, Lead chromate, Kadmium sulfide
Di negara-negara yang telah maju, suatu zat sintetik harus melalui berbagai prosedur pengujian sebelum dapat digunakan sebagai zat pewarna makanan. Zat pewarna yang diijinkan penggunaannya dalam makanan dikenal sebagai certified color. Untuk penggunaan zat warna tersebut harus dapat menjalani tes dan prosedur penggunaan yang disebut proses sertifikasi.
Proses sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis media terhadap zat warna tersebut. Proses pembuatan zat pewarna sintetik  biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir, harus melalui suatu senyawa dahulu yang kadang-kadang berbahaya dan sering kali tertinggal dalam hasil akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya (http://digilib.unimus.ac.id).
C.    Identifikasi Jenis Pewarna
Kromatografi secara luas digunakan untuk pemisahan pewarna makanan sintetik. Kromatografi kertas telah digunakan pada tahun 1950. Pada tahun 1970an, penggunaan KLT lebih disukai oleh banyak laboratorium. Teknik ini masih digunakan oleh banyak laboratorium karena peralatan yang digunakan sederhana. Namun telah dikembangkan metode baru yang memberikan keuntungan yang lebih besar, seperti HPLC dan elektroforesis kapiler (Wirasto, 2008).
1.      Kromatografi kertas
Untuk mengetahui jenis zat pewarna umumnya digunakan metode Kromatografi Kertas. Prinsip kerjanya adalah kromatografi kertas dengan larutan pengembang (eluen). Setelah zat pewarna diteteskan diujung kertas rembesan (elusi), air dari bawah akan mampu menyeret zat-zat pewarna yang larut dalam air (zat pewarna makanan) lebih jauh dibandingkan dengan zat pewarna tekstil.Setelah zat pewarna yang diidentifikasi telah diketahui, maka dapat disimpulkan jenis zat warna yang digunakan pada makanan tersebut (http://digilib.unimus.ac.id).
Kromatografi kertas sesuai untuk pemisahan pewarna, tetapi metode ini memakan banyak waktu. Selain itu, metode ini memberikan resolusi yang jelek dan kadang-kadang bercak yang terbentuk tidak terdeteksi dengan baik, menunjukkan terbentuknya ekor yang dapat mempengaruhi harga Rf (Wirasto, 2008).
Berikut ini contoh prosedur analisis zat warna yang terdapat dalam bahan makanan.
a.       Tahap Ekstraksi
Untuk sampel cairan, ambil 25 mL sampel dimasukkan ke dalam polyamida sepanjang 2 cm sedangkan sampel padatan dilarutkan dalam 25 mL air panas. Zat pewarna yang terserap dicuci dengan 5 mL aseton sebanyak 5 kali kemudian dengan 5 mL air panas sebanyak 5 mL untuk menghilangkan pengotor seperti gula, asam dan sebagainya. Untuk melepas zat pewarnanya dielusi dengan 20 mL NaOH-metanolat. Larutan yang diperoleh diatur pHnya menjadi 5 – 6 dengan menambahkan larutan asam asetat metanolat. Larutan zat warna metanolat diuapkan dengan  Buchi rotavapor menjadi volume 1 mL sebelum diteteskan pada kertas untuk pemisahan kromatografi.
b.       Analisa Kromatografi

Sampel sebanyak 2 µL diteteskan pada kertas Whatman dengan ukuran 12 x 20 cm. Jarak penetesan 1,5 cm dari batas bawah kertas dan jarak antara penetesan berikutnya 1,5 cm. Kertas dibiarkan mengering selama 15 menit di udara terbuka dan kemudian dielusi di dalam bejana yang telah berisi eluen jenuh. Eluen yang digunakan untuk pemisahan campuran zat warna ditunjukkan pada tabel berikut ini.
Kode
Eluen
Komposisi
A
B
n-Butanol – Asam asetat – Air
n-Butanol – Etanol – Air – NH4OH
20 : 10 : 50
50 : 25 : 25 : 10

Setelah 45 menit di dalam bejana, kertas diambil dan dikeringkan untuk selanjutnya di analisa secara kualitatif dan kuantitatif jika eluen dapat memisahkan zat pewarna dengan baik. Analisa kualitatif dilakukan dengan mengukur harga Rf sampel dibandingkan dengan zat pewarna standar yang dipakai. Untuk analisa kuantitatif, noda yang terjadi discan menggunakan TLC-scanner dan luas puncak yang diperoleh diubah menjadi konsentrasi dengan kalibrasi standar (Tahid et al., 1987).

2.      Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang memisahkan, yang terdiri dari bahan yang berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa plat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah plat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan).
Kromatografi lapis tipis (KLT) telah banyak digunakan pada analisis pewarna sintetik. KLT merupakan metode pemisahan yang lebih mudah, lebih cepat, dan memberikan resolusi yang lebih baik dibandingkan kromatografi kertas. KLT tidak sebaik HPLC untuk pemisahan dan identifikasi, tetapi metode ini relatif sederhana dan dapat digunakan untuk memisahkan campuran yang kompleks. Meskipun demikian KLT tidak mahal dan dapat digunakan secara mudah di industri makanan .

daftar pustaka :
http://teenagers-moslem.blogspot.com/2011/10/bab-i-pendahuluan.html diakses tanggal 21 oktober 2012 pukul 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS