Pada zaman modern ini rasanya hal itu tidak mungkin karena zaman
sekarang ini menuntut penyajian yang serba cepat dan tahan lama. Oleh
sebab itu, hampir setiap hari perut kita tidak pernah absen menerima
pasokan makanan yang mengandung pengawet. Sesuai SK Menkes RI No.722
tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, yang dimaksud bahan pengawet
adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau menghambat fermentasi,
pengasaman, atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh
mikroorganisme. Menurut FDA, keamanan suatu pengawet makanan harus
mempertimbangkan jumlah yang mungkin dikonsumsi dalam produk makanan
atau jumlah zat yang akan terbentuk dalam makanan dari penggunaan
pengawet, efek akumulasi dari pengawet dalam makanan dan potensi
toksisitas yang dapat terjadi (termasuk menyebabkan kanker) dari
pengawet jika dicerna oleh manusia atau hewan. Pengawet juga tidak boleh
digunakan untuk mengelabui konsumen dengan mengubah tampilan makanan
dari seharusnya, contohnya pengawet yang mengandung sulfit dilarang
digunakan pada daging karena zat tersebut dapat menyebabkan warna merah
pada daging sehingga tidak dapat diketahui dengan pasti apakah daging
tersebut merupakan daging segar atau bukan.
Pengawet sebenarnya
dibutuhkan untuk mencegah aktivitas mikroorganisme ataupun mencegah
proses peluruhan yang terjadi sesuai dengan pertambahan waktu, untuk
menjaga kualitas yang memadai sebagaimana yang diinginkan. Namun kita
harus tetap mempertimbangkan keamanannya. Di masyarakat kita sekarang
ini,penggunaan pengawet yang tidak sesuai masih sering terjadi dan sudah
sedemikian luas penggunaannya sehingga tidak lagi mengindahkan
dampaknya terhadap kesehatan konsumen.
Mengapa bahan pengawet
ditambahkan ke dalam makanan kemasan? Penambahan bahan pengawet
dimaksudkan untuk mempertahankan makanan terhadap serangan bakteri, ragi
dan jamur. Dengan pengawetan ini, makanan bisa tahan berhari-hari,
bahkan berbulan-bulan sehingga dapat menguntungkan produsen atau
pedagang.
Alasan lain menggunakan bahan pengawet karena beberapa
zat pengawet berfungsi sebagai penambah daya tarik makanan itu sendiri.
Misalnya, penambahan kalium nitrit agar olahan daging tampak berwarna
merah segar. Tampilan yang menarik biasanya membuat pembeli tertarik
untuk mebelinya.
Secara garis besar zat pengawet dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1) GRAS (Generally Recognized as Safe) yang umumnya bersifat alami, sehingga aman dan tidak berefek recun sama sekali.
2)
ADI (Acceptable Daily Intake), yang selalu ditetapkan batas penggunaan
hariannya (daily intake) guna melindungi kesehatan konsumen.
3)
Zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi atau berbahaya seperti
boraks, formalin, dan rhodamin-B. Formalin tidak boleh digunakan karena
dapat menyebabkan kanker paru-paru dan gangguan pada alat pencernaan dan
jantung. Adapun penggunaan boraks sebagai pengawet makanan dapat
menyebabkan gangguan pada otak, hati, dan kulit.
Beberapa bahan
pengawet diperbolehkan untuk dipakai, namun kurang aman jika digunakan
secara berlebihan. Bahan-bahan pengawet tersebut, antara lain sebagai
berikut.
1) Kalsium Benzoat
Bahan pengawet ini dapat
menghambat pertumbuhan bakteri penghasil toksin (racun), bakteri spora,
dan bakteri bukan pembusuk. Senyawa ini dapat mempengaruhi rasa. Bahan
makanan atau minuman yang diberi benzoat dapat memberikan kesan aroma
fenol, yaitu seperfi aroma abat cair. Kalsium benzoat digunakan untuk
mengawetkan minuman ringan, minuman anggur, saus sari buah, sirop, dan
ikan asin. Bahan ini bisa menyebabkan dampak negatif pada penderita asma
dan bagi orang yang peka terhadap aspirin. Kalsium benzoat bisa memicu
terjadinva serangan asma.
2) Sulfur Dioksida (SO’2)
Bahan
pengawet ini juga banyak ditambahkan pada sari buah, buah kering, kacang
kering, sirop, dan acar. Meskipun bermanfaat, penambahan bahan pengawet
tersebut berisiko menyebabkan perlukaan lambung, mempercepat serangan
asma, mutasi genetik, kanker, dan alergi.
3) Kalium Nitrit
Kalium
nitrit berwarna putih atau kuning dan kelarutannya tinggi dalam air.
Bahan ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada daging dan ikan
dalam waktu yang singkat. Kalium nitrit sering digunakan pada daging
yang telah dilayukan untuk mempertahankan warna merah agar tampak selalu
segar, semisal daging kornet. Penggunaan yang berlebihan, bisa
menyebabkan keracunan. Selain memengaruhi kemampuan sel darah membawa
oksigen ke berbagai organ tubuh, juga menyebabkan kesulitan bernapas,
sakit kepala, anemia, radang ginjal, dan muntah-muntah.
4 Kalsium Propionat/Natrium Propionat
Keduanya
termasuk dalam golongan asam propionat, sering digunakan untuk mencegah
tumbuhnya jamur atau kapang. Bahan pengawet ini biasanya digunakan
untuk produk roti dan tepung. Penggunaan yang berlebihan bisa
menyebabkan migren, kelelahan, dan kesulitan tidur.
5) Natrium Metasulfat
Sama
dengan kalsium dan natrium propionat, natrium metasulfat juga sering
digunakan pada produk roti dan tepung. Bahan pengawet ini diduga bisa
menyebabkan alergi pada kulit.
6) Asam Sorbat
Beberapa produk
beraroma jeruk, berbahan keju, salad, buah, dan produk minuman kerap
ditambahkan asam sorbat. Meskipun aman dalam konsentrasi tinggi, asam
ini bisa membuat perlukaan di kulit.
Adapun bahan-bahan pengawet yang tidak aman dan berbahaya bagi kesehatan, antara lain sebagai berikut.
1) Natamysin
Bahan
ini biasa digunakan pada produk daging dan keju. Bahan ini bisa
menyebabkan mual, muntah, tidak nafsu makan, diare, dan perlukaan kulit.
2) Kalium Asetat
Makanan
yang asam umumnya ditambahkan bahan pengawet ini. Padahal bahan
pengawet ini diduga bisa menyebabkan rusaknya fungsi ginjal.
3) Butil Hidroksi Anisol (BHA)
Biasanya
terdapat pada daging babi dan sosisnya, minyak sayur, shortening,
keripik kentang, pizza, dan teh instan. Bahan pengawet jenis ini diduga
bisa menyebabkan penyakit hati dan memicu kanker.
d. Bahan Penyedap Buatan
Zat
penyedap buatan dibedakan menjadi dua macam, yaitu zat penyedap aroma
dan zat penyedap rasa. Zat penyedap aroma buatan terdiri dari senyawa
golongan ester, antara lain oktil asetat (aroma buah jeruk), iso amil
asetat (aroma buah pisang), dan iso amil valerat (aroma buah apel). Zat
penyedap rasa yang banyak digunakan adalah monosodium glutamate (MSG)
atau lebih populer dengan nama vetsin dengan berbagai merek yang beredar
di pasar.
Berdasarkan Joint FAO/WHO Expert Committee on Food
Additives (JECFA) tahun 1987, MSG dimasukkan ke dalam kategori
Acceptable Daily Intake (ADI) not specified, artinya MSG dapat digunakan
secukupnya yang diatur sesuai dengan cara produksi pangan yang baik.
Jumlah bahan tambahan makanan ini dikonversikan per kg berat badan yang
juga dikonsumsi setiap hari seumur hidup tidak akan memberikan risiko
bagi kesehatan. Meskipun demikian, MSC tidak diperkenankan untuk
dikonsumsikan kepada bayi berumur kurang dari 12 minggu (3 bulan).
Bagi
orang yang alergi atau tidak tahan MSG, maka makanan yang dikonsumsi
mengandung MSC dapat menyebabkan penyakit “Restoran Cina (Chinese
Restaurant Syndrome). Gejala penyakit ini adalah 20 – 30 menit setelah
makan makanan yang dibubuhi MSG yang berlebihan, maka akan timbul rasa
mual, haus, pegal-pegal pada tengkuk,sakit dada, dan sesak napas. Akibat
lainnya adalah penyakit kanker.
analisa metode KLT :
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan
kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada kromatografi,
komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase
diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan
fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah
tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah
larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat. ( Imam Haqiqi,
Sohibul,2008 )
Pemisahan senyawa biasanya menggunakan beberapa tekhnik kromatografi. Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada sifat kelarutan senyawa yang akan dipisahkan. Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda. ( Anggraeni, Megawati,2009 )
Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendarflour dalam sinar ultra violet. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai.Pelaksanaan ini biasanya dalam pemisahan warna yang merupakan gabungan dari beberapa zat pewarna atau pemisahan dan isolasi pigment tanaman yang berwarna hijau dan kuning.
Pelaksanaan kromatografi biasanya digunakan dalam pemisahan warna yang merupakan sebuah campuran dari beberapa zat pewarna.
Contoh pelaksanaan kromatografi lapis tipis :
Sebuah garis menggunakan pinsil digambar dekat bagian bawah lempengan dan setetes pelarut dari campuran pewarna ditempatkan pada garis itu. Diberikan penandaan pada garis di lempengan untuk menunjukkan posisi awal dari tetesan. Jika ini dilakukan menggunakan tinta, pewarna dari tinta akan bergerak selayaknya kromatogram dibentuk / tinta ikut naik ke atas.
Ketika bercak dari campuran itu mengering, lempengan ditempatkan pada sebuah gelas kimia bertutup berisa pelarut dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Perlu diperhatikan bahwa batas pelarut berada dibawah garis dimana posisi bercak berada. Alasan untuk menutup gelas kimia adalah untuk meyakinkan bahwa kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk mendapatkan kondisi ini, dalam gelas kimia biasanya ditempatkan beberapa kertas saring yang terbasahi oleh pelarut. Kondisi jenuh dalam gelas kimia dengan uap mencegah penguapan pelarut.
Karena pelarut bergerak lambat pada lempengan, komponen-komponen yang berbeda dari campuran pewarna akan bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak dari perbedaan bercak warna.
Jumlah perbedaan warna yang telah terbentuk dari campuran, pengukuran diperoleh dari lempengan untuk memudahkan identifikasi senyawa-senyawa yang muncul. Pengukuran ini berdasarkan pada jarak yang ditempuh oleh pelarut dan jarak yang tempuh oleh bercak warna masing-masing.
Ketika pelarut mendekati bagian atas lempengan, lempengan dipindahkan dari gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah garis, sebelum mengalami proses penguapan.
Pengukuran berlangsung sebagai berikut :
Nilai Rf untuk setiap warna yang telah terbentuk dari campuran, pengukuran diperoleh dari lempengan untuk memudahkan identifikasi senyawa-senyawa yang muncul. Pengukuran ini didasarkan pada jarak yang ditempuh oleh pelarut dan jarak yang ditempuh oleh bercak warna masing-masing.
Ketika pelarut mendekati bagian atas lempengan, lempengan dipindahkan dari gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah garis, sebelum mengalami proses penguapan.
Nilai Rf untuk setiap warna dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Rf = jarak yang ditempuh oleh komponen / jarak yang ditempuh oleh pelarut
c. Mengidentifikasi senyawa-senyawa
Dimisalkan campuran asam amino yang ingin diketahui senyawanya.Caranya: Setetes campuran ditempatkan pada garis dasar lempengan lapis tipis dan bercak-bercak kecil yang serupa dari asam amino yang telah diketahui juga ditempatkan pada disamping tetesan yang akan diidentifikasi. Lempengan lalu ditempatkan pada posisi berdiri dalam pelarut yang sesuai dan dibiarkan seperti sebelumnya. Dalam gambar, campuran adalah M dan asam amino yang telah diketahui ditandai 1-5.
Metode Praktikum
Alat dan Bahan :
1. Alat
a. Alumunium foil
b. Beaker glass
c. Kertas saring whatman
d. Lidi
e. Klip
f. Blower
2. Bahan
a. Safranin
b. Pewarna Makanan
c. Methylene Blue
d. Minyak
Cara kerja :
1. Potong kertas whatman sesuai kebutuhan
2. Garis dengan pensil dengan jarak 2 cm dari sisi bawah kertas
3. beri tanda titik tempat sampel akan diletakkan dengan jarak 1,5-2 cm jarak tiap sampel
4. Letakkan sampel pada tiap titik sebanyak 10 ul menggunakan pipet kapiler
5. Masukkan pelarut dengan ketinggian 1-1.5 cm ke dalam bejana
6. Masukkan kertas whatman yang telah ditetesi sampel
7. Lakukan pengembangan selama 5-10 menit atau sampai eluen atau pelarut hampir mencapai batas ketinggian 2 cm dari batas atas, atau dengan ketinggian secukupnya sesuai keperluan, jika pelarut sampai tengah kertas saring telah menunjukkan pemisahan sudah biasa ditentukan.
8. Sampel dibiarkan dengan angin-angin / dengan blower
9. Berilah tanda batas pelarut bagian atas
10. Lakukan pengamatan, tulis hasil dan pembahasan terhadap senyawa dan komponen pada kromatogram
Hasil dan Pembahasan
Kromatografi lapis tipis adalah pemisahan zat berdasarkan kepolarannya, prinsipnya ada dua yakni partisi dan absorbsi. Bila fase diam berupa zat padat yang aktif, maka dikenal istilah kromatografi penyerapan (adsorption chromatography). Bila fase diam berupa zat cair, maka teknik ini disebut kromatografi pembagian (partition chromatography). Metodenya ada dua fase gerak ( pelarutnya ) dan fase diam ( sampelnya ).
Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda.
Pelarut atau fase gerak :
Methil asetat : heksan : methanol = 1 : 1 : 1
Methil asetat sifatnya semi polar
Heksan sifatnya non polar
Methanol sifatnya polar
Sampel yang digunakan adalah safranin, pewarna makanan, methylen blue, dan minyak. Setelah pelarut mendekati atas kertas, kertas kemudian diambil dan dikeringkan dengan blower. Kemudian dilihat dengan sinar UV yang berfungsi membedakan zat yang berfluorescent dan tidak / sampel mana yang bercahaya. Bila arna semakin ke atas semakin non polar, semakin ke bawah polar bila benda di tengah-tengah semi polar.
Setelah menjadi kristal kemudian dicari Rf ( Retardation Factor ). Rf dari masing-masing sampel adalah safranin ( merah ) = 0,97, pewarna makanan ( orange ) = 0,27, methylen blue ( biru )= 0,73, dan minyak ( bening ) = 0,85. Safranin paling menyala merupakan zat yang paling berfluorescent atau bercahaya.
a. Menggunakan pendarflour
fase diam pada sebuah lempengan lapis tipis memiliki substansi yang ditambahkan kedalamnya, supaya menghasilkan pendarflour ketika diberikan sinar ultraviolet ( UV ). Itu berarti jika menyinarkannya dengan sinar UV akan berpendar. Pendaran ini ditutupi pada posisi dimana bercak pada kromatogram berada, meskipun bercak-bercak ini tidak tampak berwarna jika dilihat dengan mata. Itu berarti bahwa penyinaran sinar UV pada lempengan akan timbul pendaran dari posisi yang berbeda dengan posisi bercak-bercak. Bercak tampak seperti bidang kecil yang gelap.
Sementara UV tetap disinarkan pada lempengan, dan tandai posisi-posisi dari bercak-bercak dengan menggunakan pinsil dan melingkari daerah bercak-bercak itu. Seketika anda mematikan sinar UV, bercak-bercak tersebut tidak tampak kembali.
b. Menggunakan bercak secara kimia
Untuk membuat bercak-bercak menjadi tampak dengan jalan mereaksikannya dengan zat kimia sehingga menghasilkan produk yang berwarna. Sebuah contoh yang baik adalah kromatogram yang dihasilkan dari campuran asam amino. Kromatogram dapat dikeringkan dan disemprotkan dengan larutan ninhidrin. Ninhidrin bereaksi dengan asam amino menghasilkan senyawa - senyawa berwarna, umumnya coklat atau ungu.
Dalam metode lain, kromatogram dikeringkan kembali dan kemudian ditempatkan pada wadah bertutup (seperti gelas kimia dengan tutupan gelas arloji) bersama dengan kristal iodium. Uap iodium dalam wadah dapat berekasi dengan bercak pada kromatogram, atau dapat dilekatkan lebih dekat pada bercak daripada lempengan. Substansi yang dianalisis tampak sebagai bercak-bercak kecoklatan. (Anggraeni, 2009)
0 komentar:
Posting Komentar